Posts

Showing posts from November, 2016

Fragmen Ayah: Kak Tidur Lebih Awal

Tepat pukul 21:54 WIB saya menulis tulisan ini. Posisi saya sudah rebahan diatas kasur berseprei pink abu-abu saya dan saya sudah berselimut setengah badan. Sambil tiduran saya menyempatkan diri menulis ini. Sejujurnya, saya masih ingin bekerja. Bagi saya jam 10 malam masih pagi. Energi saya masih kuat dan konsentrasi saya masih bisa untuk fokus paling tidak hingga pukul 00.00 nanti atau lebih. Bagi saya, tidur jam 2 pagi itu biasa. Malah saya merasa sedih jika tidur terlalu pagi seperti jam 10 ini. Rasanya buang-buang waktu. Bagi saya banyak hal bisa dikerjakan hingga pukul 2 pagi. Namun, malam ini saya memutuskan untuk menutup laptop saya, meskipun saya sangat yakin bisa menyelesaikan satu laporan lagi hingga pukul 01.00 dini hari nanti. Namun, saya teringat kata seorang pada saya, "Jika engkau ingin Allah menata hidupmu, tahajudlah," Selain itu, saya berazzam untuk meniru ayah saya yang tidak pernah bolong tahajudnya, dan tidak henti-hentinya mengingatkan saya untuk ...

"Iman Itu Proses"

Iya. Iman itu proses. Karena proses ia tidak pernah final sampai kematian datang. Iman itu proses. Maka, karena proses itu bergerak. Kadang naik kadang turun. Disitu. Tantangannya. Disitu letak ujiannya.

Statistika Sosial

“Mbak, di kampung saya ada pesantren yang santrinya lesbian,” tanya seseorang pada saya di suatu acara. Saat itu (Sabtu, 5/9/15) saya berkesempatan menjadi moderator dalam sebuah acara  berjudul ‘Muslimah Cerdas, Gaul Sehat Anti Maksiat’ yang temanya besarnya pergaulan dalam Islam. Menariknya, pada sesi tanya jawab, salah satu peserta mengajukan pertanyaan yang cukup menyentak hati. Kira-kita beginilah detailnya.

Menjerit

Saya sedang mencoba memahami Apa-apa yang terjadi pada hamba Tak akan pernah keluar dari kadar hamba Hamba berteriak di dalam hati Ingin menjerit meski terbungkam Di tengah sudut-sudut pilu Saya menarik napas Dan mencoba merapal mantra Allah bantu hamba Hamba menjerit dalam sujud Menjerit dalam rukuk Menjerit dalam tegak hamba Merapal mantra Allah hamba mohon diberi kekuatan Aduhai Jiwa bertahanlah agar tak rapuh Aduhai Hati kuatlah jangan lapuk Aduhai Aduhai Allah aku berusaha memahami bahwa diri ini sekuat yang engkau beri

Iman Berjelaga

Saya Hina Dina Papa Akhir-akhir ini saya malu mengangkat tangan berdoa kepadaMu Rasanya tubuh hamba ini begitu bersimbah dosa Penuh jelaga yang berbau busuk Saya malu mengangkat tangan memohon-mohon dan merintih-rintih, karena saya begitu tak layak di mukaMu. Namun di tengah busuknya saya, Ya Allah Ijinkan hamba yang tak tahu diri ini mengangkat tangan. Mencurahkan gundah gulana hamba. Kelemahan dan kepapaan hamba. Hamba ya Allah. Berjelaga... Hina... Dina ...

MEMBINGKAI NARASI 4 NOVEMBER 2016 (Bagian 1)

Selepas shubuh tadi, saya dan teman-teman melingkar untuk membicarakan aksi hari ini. Diskusi berjalan panas, apalagi kami berasal dari berbagai disiplin ilmu yang saling melengkapi antar analisis. Memang, pemantauan pergerakan massa telah beberapa hari dilakukan oleh teman-teman, sehari-hari kami saling mengeluarkan informasi dari berbagai daerah sejak beberapa hari yang lalu. Banyak sekali warna dan ibrah yang saya dapat pagi ini. Diantaranya terkait betapa deg-degannya kami melihat jenis massa 4 November (yang saya tulis dalam tulisan kali ini), kemana arah opini public akan digiring, isu branding media terhadap aksi damai 4 November, keseksian isu dalam kancah nasional, global dan refleksinya terhadap persatuan ummat (Ukh, ini baru segelintir ummat bersatu, betapa persatuan ummat adalah keniscayaan kata teman saya), dan tak luput pula membahas manajemen aksi (kali ini juga dituangkan), isu psikologi massa juga digodok, ada pula yang menambahkan berita dukungan dari muslim global...