TIDAK ADA YANG BENAR-BENAR KECIL.

Suatu malam di musim hujan, setelah seharian melakukan berbagai aktivitas yang melelahkan saya pulang dengan kondisi basah kuyub kehujanan. Seorang teman se-kontrakan menyapa saya, “Bagaimana harimu hari ini?” tanyanya. Mengalirlah dari bibir saya berbagai peristiwa yang menguras fisik dan emosi saya seharian itu, ia dengan sabar mendengarkan saya. Setelah saya rasa cukup mencurahkan kondisi saya hari itu, saya mengucapkan terimakasih dan pamit untuk bebersih diri, dan ingin segera merebahkan badan di kasur.

Setelah selesai mandi dan saya merasa segar, tiba-tiba pintu kamar saya diketuk. Ketika saya mempersilahkan masuk, ia masuk dengan segaris senyum hangat di wajahnya dan ada secangkir madu hangat di tangannya. “Minum madu hangat enak banget lho di badan setelah kehujanan,” katanya pada saya. Saya memandanginya sambil mengucap terimakasih dan malam itu hati saya menghangat sehangat madu yang saya seruput.

Di suatu waktu lain, saya akan menghadapi ujian di semester yang berat. Saya memang tidak sempat membeli ke luar rumah (maklum mahasiswa hehe) apalagi memasak sendiri.  Dan saat saya akan berangkat ke kampus, saya temukan di tas saya sebungkus biscuit dengan tulisan penyemangat di dalamnya bertuliskan ‘Semoga ujianmu sukses, besok jangan lupa sarapan, ya.”.  Ah, saya berkaca-kaca membacanya, perhatian kecil seorang baik hati yang begitu manis menyirami saya dengan hangatnya ukhuwah pagi itu.

Di lain waktu, saya menjadi panitia di sebuah acara nasional di kampus yang dihadiri banyak dosen dan setingkat professor selama dua hari. Saat menjelang sholat dzuhur, peserta dipersilahkan untuk sholat. Sebagai panitia saya memantau jalannya pelaksanaan ibadah bagi yang menjalankan.  Melihat begitu banyaknya peserta yang malas menuju masjid karena terletak lumayan jauh, dan jenis kamar mandi yang tidak langsung berhubungan dengan tempat sholat, membuat saya melihat betapa enaknya jika disediakan sandal jepit dari kamar mandi ke ruang sholat. Begitu disediakan sandal jepit, peserta terlihat begitu nyaman karena sepatunya tidak perlu basah selepas mengambil air wudhu. Ternyata, kenyamanan bisa terletak di sandal jepit saja!

Saat menulis ini saya sedang bergiat di sebuah Lembaga Dakwah Kampus sebuah Universitas Negeri Terkemuka di Yogyakarta.  Pada suatu hari ada sebuah chat muncul di layar hape saya yang berbunyi, “Assalamu’alaikum Sahabat, keluarga kita si X baru saja kehilangan hp, yuk patungan siapa tahu meskipun sedikit, mampu meringankan bebannya,”.  Saat membacanya hati saya tersentuh. Budaya ini begitu manis.

Di suatu malam yang lain, teman saya mengechat saya, dan curhat. Dia merasa teman di kosannya individualis, maklum kehidupan anak kos yang tipe penghuninya angkatan 69. Keluar jam 6 pulang jam 9 hehehe..., lalu saya sarankan jika sempat coba belilah snack yang murah tapi dalam jumlah banyak, jika ada ruang TV (biasanya ada ruang TV atau ruang belajar bersama) cobalah nongkrong disana dan menawarkan makanan pada yang lewat. Meski awalnya canggung, insha Allah itu bisa memulai kehangatan. Karena saya berkaca pada seorang teman saya yang lain, meski sedikit ia selalu sempatkan untuk berbagi, meskipun ketika ia selesai praktikum paling malam sekalipun (ia mahasiswi kedokteran) ia sempatkan mengetuk kamar kita yang masih menyala lampunya dan menawari sedikit rezeki yang ia miliki. Lama-lama kelamaan kebiasaan itu menular kepada kita semua. Kehangatan kecil yang menular, ah betapa indahnya.

Pernah juga ketika saya keluar makan bersama teman, ketika makanan sudah siap, kebetulan tempat sendok dan garpu berada lebih dekat dengan dia. Saya berniat mengambilnya sendiri, namun,  teman saya sudah datang dengan dua pasang sendok dan garpu. Sebenarnya saya pada saat itu tidak pernah terpikirkan hal-hal sederhana seperti itu, karena bagi saya pertolongan semacam itu tidak perlu, karena saya bisa mengambilnya sendiri. Hanya saja, saya sadar kebaikan kecilnya meradiasi saya. Ia mencontohkan bagaimana memuliakan orang lain sebagaimana Islam mengajarkan. Mungkin dia tidak tahu bahwa kebaikan kecilnya berdampak besar pada saya saat ini, pada banyak hal, seperti jika saya bisa membawakan dua piring untuk orang lain, mengapa saya harus membawa satu piring. 

Mungkin kita tidak pernah tahu bahwa kebaikan-kebaikan itu ternyata mampu meradiasi penerimanya. Menular. Mengangkasa. Melipat ganda menjadi amal jariyah karena menjadi ilmu bagi orang lain yang terus menerus mengalir pahalanya. Kemudian orang lain itu mengajarkan kepada orang lainnya.

Mungkin kita bisa menemukan lebih banyak hikmah atas kebaikan-kebaikan kecil orang lain yang berserak di sekitar kehidupan kita, yang membuat hidup menjadi lebih hangat.

Percayakah saudariku, bahwa tak ada kebaikan kecil di dunia ini yang tidak berharga. Bahkan se-sepele apapun itu?

Percayalah, kebaikan kecil tidak ada yang benar-benar kecil.

Mungkin di rumah, di sekolah, kita selalu diajarkan hal-hal kecil seperti ini. Seperti mencium tangan kedua orangtua dengan takzim, menawarkan makanan ke orang lain sebelum makan, dan berbagi kuah kepada tetangga. Hal-hal sederhana inilah yang bisa jadi membuat kita lebih istimewa daripada yang lainnya di mata Allah.

Saat ada perasaan ingin berbuat kebaikan, segera lakukan sebelum dua hal ini hadir: satu, sebelum kebaikan itu tertunda lagi dan tertunda lagi karena terhalangi oleh hal lain yang harus dilakukan, atau sebelum kebaikan yang akan dilakukan kehabisan waktu karena usia kita.

Sungguh, Allah dengan indahnya mengajari kita kebijaksanaan itu melalui surat Al-Baqarah ayat ke-68, yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpaan seekor nyamuk, atau yang lebih kecil daripada itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan...”

Bahkan seekor nyamuk yang sering kita buru karena menggigit kita, Allah gambarkan terdapat banyak hikmah dari penciptaannya. Bahkan, bukankah senyum di wajahmu adalah sedekah?

Tidak ada kebaikan kecil yang benar-benar kecil bukan?

Insha Allah, biidznillah.

Jumat barakah, 5 Februari 2016.
Al-jaahilah.
Fakhirah Inayaturrobbani,
Koordinator Research and Discussion
Islamic Psychology Learning Forum (IPLF) UGM 1437 H

Comments

Popular posts from this blog

Akses Tulisan Fakhi? Di sini...