MOZAIK ASA
Pagi baru menari pergi,
Kabutnya belum lekas berlari,
Hari masih menyanyi,
Serta langkah masih ribuan lagi,
Karena Indonesia masih bayi
Ajarkan kami para pemuda menyongsong hari
Menggenggam helai-helai harapan Ini,
Menyibakkan kelam pertiwi…
Beri kami bambu runcing berlumur racun berduri,
Supaya kami asah ujungnya dengan hati,
Meruncingkan bambu yang digenggam kuat hingga mati,
Biar tetap dalam tangan yang teguh hati,
Biar kami hujam dunia keji sepenuh hati…
Wahai ibu kami, ibu para pemuda…
Ajarkan kami meneguhkan hati,
Melukis hati dengan kedamaian ukhrowi,
Yaitu ketaatan akan kemurnian Ilahiy
Kepasrahan pada buaian zat yang tak tertandingi,
Agar perjuangan bukan bersandar materi duniawi,
Dan pekikan menegakkan kebenaran hanyalah karena yang Maha Memiliki.
Wahai kakak, ajarkan adikmu ini merangkai kata dalam nada
Mengucapkan kata penakluk dunia,
Kata yang terserak murni dari hati pejuang sebuah masa,
Kalimat tajam penyerang orang yang hina,
Biar para zindik terkulai tak berdaya,
Termakan ludah sendiri di suatu masa,
Ajarkan kami pemuda mendengar…
Mendengar gemericik suara dunia luar,
Dimana pemenang adalah yang paling liar,
Dan juga mendengar rintihan kaum proletar,
Yaitu yang tertindas para manusia berperilaku barbar
Itulah sebuah fakta nanar.
Wahai guru, ajarkan pemuda membaca
Membaca liukan kelam garis-garis nadi kehidupan,
Ajarkan pula cara menulis,
Yang tintanya adalah kejujuran,
Pena yang sanggup merobek dunia, mengkristalkan tetesan tinta di ujung masa,
Demi sebuah perubahan.
Esok telah siap menyambut kami,
Para pemuda pejuang kebenaran yang dinanti.
Comments
Post a Comment