The Tree Big Knots Of Life
Sore itu saya duduk termenung di
lobi kampus. Sambil melepas penat, saya mengamati beberapa macam manusia yang
hilir mudik. Seorang mahasiswi cantik melenggang di depan saya dengan dandanan
yang tebal. Berbaju sifon putih terawang yang menampakkan warna kulit
lengannya, lapisan dalamnya hanya tanktop hitam tipis membalut tubuhnya
yang langsing. Ajaibnya ia menggunakan kerudung, yah walaupun tipis juga.
Beberapa saat
kemudian, tampak seorang mahasiswa berjalan tergesa-gesa. Seseorang popular di kampus, apalagi di kalangan organisatoris, dalam bahasa saya
hidupnya dipenuhi dengan kegiatan ‘mengejar sertifikat’, tak maulah dia
mengikuti kajian keislaman jika tiada bersertifikat macam seminar, sebutan halus dari teman-teman ke dia adalah
‘future oriented’. Beberapa menit
kemudian, ada seorang teman yang menyapa saya, teman saya yang satu ini,
terkenal rajin sholatnya, baca qur’annya, anak kiai di Surabaya lagi. Namun,
penampilannya, agak slank, rambut botak setengah, setengahnya lagi dibiarkan
gondrong dan diwarna pirang, celana jins belel dan kaos oblong kusut. Pacar
perempuannya duduk beberapa radius meter dari saya. Pacarnya pernah berkata
pada saya, ‘gitu-gitu dia alim lho, meskipun penampilannya ngepunk
gitu’. Saya mengangguk mendengarnya.
Lalu, ada lagi seorang teman cewek yang berlalu cepat, langkahnya tegas,
kerudungnya lebar, bajunya longgar, jika berbicara dengan dia pasti
ujung-ujungnya ‘dalam Islam itu ya blab la…’.
Saya menikmati sepoi-sepoi angin
sambil merenungi kecondongan aktivitas mereka
yang berbeda-beda. Pola sikapnya juga berbeda-beda. Lalu, muncul sebuah
pertanyaan reflektif yang menggelitik dalam diri ini. Bagaimana bisa manusia mampu
bersikap dan mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda? Lalu, apa yang menggerakkan kita? Dan bagaimana bisa
kita cenderung pada sesuatu yang satu dan meninggalkan yang lain? Bagaimana
kecenderungan terbentuk? Dan mengapa kita memilih berperilaku tertentu dan
memilih meninggalkan yang lain?
Sembari menikmati rupa senja saya menilik
lebih dalam. Tidak diragukan lagi bahwa yang paling penting dan mempunyai peranan besar dalam membentuk
tingkah laku seorang manusia adalah akidahnya. Dalam buku Reideologi Islam, akidah
secara kontemporer bermakna sekumpulan ide yang memberikan inspirasi bagi para
pemeluknya dalam berpikir dan bersikap .
Bagi seorang muslim, akidahnya
bersumber dari peng-Esa-an terhadap Zat Allah, mematuhi hukum-hukumNya,
menjauhi larangan-laranganNya di segala aspek kehidupan. Tidak terkecuali.
Maknanya mentauhidkan Allah di berbagai aspek kehidupan. Seorang muslim yang
baik tidak akan pernah menyingkirkan aturan Allah dalam cara berpikirnya,
pertimbangan-pertimbangannya, keputusan-keputusan yang diambilnya, dan segala
sesuatunya dalam hidupnya.
Ia percaya Allahlah sebagai zat
pencipta (Al-Khaliq) sekaligus pengatur (Al-Mudabbir).
Serta, dia akan senantiasa menjawab the tree big
knots of life alias tiga simpul
besar dalam hidupnya dengan tepat. “ Darimana kita berasal? Buat apa kita
diciptakan di dunia? Dan akan kemana kita?”
Semua jawaban itu akan mengarah ke
satu titik, Allah.
Kita akan menyadari bahwa pencipta
kita adalah Allah serta mengakuiNya sebagai Al-Khaliq. Ia yang menciptakan segala sesuatu yang ada di
bumi beserta seluruh isinya.
هُوَ
الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ
لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا
بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ إِنَّ فِي اخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
وَمَا خَلَقَ اللَّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَّقُون
Artinya:
Dialah yang menjadikan matahari
bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah
(tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
orang-orang yang mengetahui. (10: 5).
Sesungguhnya pada pertukaran malam
dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi,
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa
(10: 6).
Simpul selanjutnya adalah sebuah
pertanyaan buat apa kita diciptakan ke dunia? Allah berfirman dalam surat adz-dzaariyat ayat 56 bahwa tujuan
hidup kita adalah untuk bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Ketika
kita selalu menyeleraskan diri dengan
segala aturanNya, artinya pada saat yang sama kita mengakui bahwa Allah adalah Sang
Mudabbir, Sang Pengatur. Mentauhidkan satu-satunya Zat yang berhak mengatur
kita.
Akan kemana kita setelah hidup di
dunia? Adakah tempat kembali selain Allah? Tentu tidak ada. Seorang muslim yang
baik akan sadar sesadar-sadarnya segala perbuatan akan dipertanggungjawab di hadapan Allah kelak. Tiada seorang manusia
pun yang mampu luput dari penghisaban.
Tiga kesadaran akan tiga simpul
besar ini akan membawa kita pada pemahaman tentang hidup. Akan memberi warna
terhadap aqidah kita, apakah islam kaffah atau akidah pemisahan agama dari
kehidupan. Pemahaman tentang hidup akan mempengaruhi cara pandang, cara
pikir, dan cara bersikap manusia.
Seorang muslim yang baik akan memporoskan hidupnya untuk mencari ridlo Allah.
Sehingga, segala pilihan-pilihannya akan berusaha berkaca pada koridorNya. Maka,
meluruskan pandangan hidup adalah PR utama bagi setiap Muslim yang ingin
menjadi hamba yang benar-benar bertakwa. Wallahualam bisshowab.
Comments
Post a Comment