Mengasah Peka


Selepas kuliah jam 12.30 hari ini saya segera membubarkan diri dari keramaian. Singgah sejenak untuk menempelkan jari di mesin pemindai hingga tercatat hadir di perkuliahan.

Begitu keluar dari ruangan. Terik siang segera menyambut saya. Kelopak mata saya sedikit menutup demi menyesuaikan diafragma cahaya yang masuk ke retina mata. Namun, angin sepoi-sepoi segera mengobati teriknya sang surya.
Hari ini. Sembari berjalan menyusuri jalan-jalan yang tak beraturan disebabkan adanya pembangunan. Saya mengamati sekitar.  Suara denting palu saling berdentang menyusup telinga. Mesin penggiling semen terdengar ribut. Tukang-tukang berlalu lalang di pandangan.
Tiba-tiba hati saya bergetar begitu melihat dua orang ibu, berbaju lusuh, ikut serta mengangkat besi-besi pembangunan. Ya Allah. Rasa pilu menyebar ke seluruh sendi-sendi tulang. Airmata berdesakan tidak karuan.  Saya membayangkan jika beliau-beliau adalah ibu saya. Pastilah saya tak akan membiarkan ia bekerja kasar. Pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh kaum adam. 

Siang ini terik. Iya begitu terik. Namun, kedua ibu itu tetap bekerja. Mondar-mandir membawa material-material bangunan.

Sambil terus menyusuri paving yang tak rata. Saya menyempatkan diri sambil tersenyum sejenak kepada mereka. Semakin sakit lagi, ketika diri ini tak dapat membantu apa pun secara finansial.  

Jika kita merujuk sejenak kepada teori emansipasi wanita. Ini kah salah satu wujudnya?
Jika kita mensimbiosiskan dengan teori ekonomi, salah mereka sendirikah kemiskinan itu? Apa mereka malas? Saya rasa tidak. Apa mereka tidak berpendidikan? Bisa jadi. Lalu, pertanyaan selanjutnya. Mengapa mereka tidak bisa melanjutkan pendidikan mereka? Karena kemiskinan bukan?

Kemiskinan terbagi menjadi tiga subkausalitas

Pertama, kemiskinan alamiah. Dimana kondisi fisik yang kurang sempuran menjadi penyebab utama kemiskinan seseorang, sehingga ia tidak dapat bekerja semaksimal orang berfisik normal.

Kedua, kemiskinan yang disebabkan kemalasan individu. Oke, di sub-kausal kedua ini. Memang kata-kata ‘salah sendiri’ bisa jadi tepat. Memang rejeki tidak akan pernah hilang. Tinggal kita mau menemukannya atau tidak.

Ketiga, kemiskinan sistemik. Kemiskinan massal karena efek domino dari kondisi dunia saat ini. Sistem ekonomi kapitalistik menyebabkan kemiskinan structural yang akut. Susahnya pinjam meminjam karena adanya sistem bunga alias ribawi. Berbagai prinsip ekonomi yang hanya menguntungkan pemilik modal lah yang juga menyebabkan kemiskinan merajalela.

Mengasah peka,

Jika kita hari ini masih hanya berkutat dengan tugas dosen, masalah pacar, masalah patah hati. Ketahuilah, dunia itu bukan self-centered, segalanya kita yang perlu diperhatikan. Masalah kita adalah masalah memang. Namun, banyak masalah dunia yang perlu diselesaikan.

Mengasah peka,

Peka bukan berarti ikut menangis saja ketika teman bersedih.
Peka itu beraksi dan peduli.
Beraksi dan pedulilah pada akar masalahnya.

Tuntaskan akar masalahnya.
Masalah individu adalah bagian dari masalah masyarakat. Masalah masyarakat adalah bagian dari masalah negara. Permasalah dalam negara selalu bisa diselesaikan oleh Islam. Hanya Islam lah yang insya Allah diridhoi Allah untuk menyelesaikan semua permasalahan.

Mengasah peka…

Comments

Popular posts from this blog

Akses Tulisan Fakhi? Di sini...