Selamat Datang di Negri Dagelan 1



Yang sejahteranya maya walau di dunia nyata.
Yang pemimpinnya pandai mengolah kata,
Menebar harum mewangi janji-janji

 ***
Kususuri jalanan,
Kuamati raut wajah manusia penuh peluh ini,
Apakah isu bbm adalah isu yang tidak penting bagi mereka.
Tidak sepenting mimpi-mimpi dibalik penghematan bbm.
Tidak sepenting mandat IMF dan bank dunia.


Ah,
Tetes hujan pertama hari ini jatuh pada pukul 15.14 WIB. Setelah aksi tolak keniakan bbm yang kesekian kali di bumi pertiwi. Kami menjalani dengan tertib, tiada mengganggu ketertiban jalan, sahut menyahut meneriakkan takbir.
Hari ini Jogjakarta ruah, digoyang aksi tolak bbm di berbagai penjuru kota. Ada di bundaran UGM, di depan UIN, titik nol kota, tugu Jogjakarta, di Bantul.
Pelan,
Aku berjalan menyusuri jalanan Malioboro yang ramai, riuh rendah dengan deru motor, aku sengaja memperlambat diri, menyimpan pelan-pelan raut wajah pedagang asongan, wajah pejalan kaki, pengemis, wajah mahasiswa dan pengunjung-pengunjung asing. Bagaimana kemudian hari kita harus menghemat segala sesuatu yang harganya melambung naik.
Hari ini 18 November 2014, sebuah kebijakan yang mencekik ditetapkan, kenaikan bbm sebesar 40%, pencabutan subsidi bbm untuk rakyat.
Ngilu hati ini.
Entah bagian mana lagi yang bisa dihemat,
apakah makan yang cuma dua kali sehari ini yang harus dihemat menjadi sekali sehari. Apakah makan yang hanya dengan nasi dan tempe harus dihemat menjadi nasi aking agar kami ini tak dianggap konsumtif.
Aku heran, rakyat mana yang dibela.
Rakyat mana yang dibilang konsumtif,
Hati ini tersayat, perih, saat di hari pertama ribuan pedagang asongan tak dapat penghasilan, karena masyarakat mulai ‘berhemat’, padahal gaji mereka sudah kecil,
Aku hinggap di terminal Giwangan, puluhan angkutan darat tak beroperasi, karena taka da penumpang yang jadi pergi, hari ini mendadak sepi. Kami mogok.
Bagi kantong mahasiswa seperti kami, apakah kami harus berpuasa dawud untuk menghemat anggaran bulan ini. Yang samar-samar kulihat teman-teman perlahan mulai makan nasi lebih sedikit dari biasanya, dan lebih sering puasa.
Apakah ibu-ibu kami harus mulai memangkas anggaran, karena bbm mahal, kamu sekolah jalan kaki saja. lama-lama, karena hidup ini makin ngeri, pendidikan makin mahal tak terperi, tak usah sekolah saja biar hemat dan tidak konsumtif.
Apakah ayah-ayah kami, ah, ajaibnya nengri ini.
Tercekik.
Rakyat mana yang mereka bela?
Oh penguasa, kenapa logikanya’, mana yang harus dipangkas? Subsidi yang berkaitan dengan rakyat lagi. Kenapa tak pangkas saja anggaran jalan-jalan DPR? Kenapa tak berpikir mana yang bisa ditambah untuk pemasukan APBN? Bagaimana denga sumber daya alam kami yang begitu riuh menggema? Tak ada poin untuk dimasukkan sebagai tambahan anggran apbn kah?
Ah, negri ini hanya dagelan.
Mari tertawa, terbahak-bahak, sepertinya hidup kita hanya lelucon,
Mari tertawa terkentuk-kentut, rasanya jiwa rakyat ini hanya sampah.
Rakyat mana yang dibela, jika anda blusukan, apakah anda mendengar suara hati kami, atau hadir hanya untuk absensi?
Hati kami mulai hangat saat Anda blusukan, di saat kekecewaan kami begitu tinggi, teryata masih ada wakil rakyat yang peduli, mau untuk tangan melihat kami.
Haha, Tapi, ternyata itu hanya kedok ilusi, merakyat namun tak mengerti.
Lihat kami,
Minyak bumi ini dihasilkan dari bawah kaki kami,
Gemah ripah loh jinawi,
Namun, air masih beli,
BBM tak mampu diberi,
Tanah masih bukan milik kami,
Gunung dikeruk bukan oleh pribumi,
Lalu, sebenarnya apa guna kami bangga bahwa kami  kaya,
Revolusi mentallah dulu konsepsi anda tentang politik,
Jangan bergurau,
Jika harga BBM naik, katanya akan ada penghematan sebesar 92 Triliun tralala trilili.
Demi sebuah mimpi, 1,4 miliyar untuk 65.714 desa, wah anggaran yang kecil sekali.
Demi sebuah mimpi 16 Bandara tambahan, aha, bandara, apakah rakyat kere macam kami akan menikmati bandara itu? Ah, apa bapak lupa, kendaraan termewah kami hanya seonggok sepeda motor tua, yang mungkin sebentar lagi akan pension dini, karena tak lagi mampu beli BBM.
Katanya, demi sebuah mimpi, tol atas laut, apakah dengan adanya itu hidup kami makin baik pak? Selurus jalan tol Jakarta-surabaya untuk mengejar prestis dunia semata. Oh, iya mungkin nanti kami bisa mengemis di jalan tol terpanjang di dunia itu. Pertanyaan kami, pembangunan macam apa yang dibangun diatas penderitaan kami?
Katanya, demi mimpi, membangun 20 stadion baru, aha, mungkin kami bisa memanen rumputnya untuk makan sehari-hari. Siapa yang menikmati stadion-stadion baru itu? Rasanya bukan kita? Yang menikmati stadion baru itu hanya segelintir orang yang menyukai olahraga, lebih khusus jika hanya yang menyukai sepak bola. Ah, rasanya tidak adil jika dibangun diatas pemotongan kantong seluruh Indonesia. Seberapa urgentnya memang, menghidupkan pesepak bolaan tanah air dengan perut kami? Dengan nyawa ribuan orang dibawah ambang batas kemiskinanan.
Ah, selamat datag di negri dagelan.
Lagi, naikkan saja BBMnya, biar ramai.

Comments

Popular posts from this blog

Akses Tulisan Fakhi? Di sini...