KATAKU TENTANG CINTA
Suatu hari seseorang berkata padaku, “Aku ingin suatu hari membaca tulisanmu tentang cinta,”. Mendengarnya aku tertawa. “Hahaha,”
Memang apa pandanganku tentang cinta?
Bagiku cinta itu bagian dari rasa.
Sebagaimana rasa-rasa lainnya, ada senang, ada sedih, ada marah.
Cinta itu bagian dari naluri saja, yang dihadiahkan Allah di dinding-dinding hati manusia.
“Ya”
“Bagaimana kamu menyikapinya?” tanyanya lagi.
“Diam,”
“Kenapa? Bukankah mengekspresikannya sah-sah saja?”
Aku tetap tersenyum, “Karena aku menikmati rasanya, bukan hasilnya.”
Diam, karena yang mencintainya bukan aku saja.
Dan dia mencitai yang lain juga.
Dan dia mencitai yang lain juga.
Diam, karena bagiku mencintai bisa diredam, bisa dialihkan.
Diam, karena buat apa diumbar? Aku tak pernah berharap apa-apa dalam diamku.
Diam, agar ia tetap nyaman bicara, tak sibuk mengalihkan muka, seakan-akan aku pesakitan.
Diam, supaya saat berpapasan, ia juga tak usah susah-susah berputar mencari jalan lain untuk menghindariku.
Diam, agar teman-temanku diam, dan tak akan ada suara ribut nan riuh apabila dia ada urusan dengaku.
Diam, agar dia nyaman.
Diam, agar aku nyaman.
Diam, agar semua normal berjalan apa adanya.
“Aneh,” guraunya.
“Ya, sekali lagi karena aku tidak berburu hasil, aku menikmati rasanya, perjalanannya…”
***
Semburat surya di Jogjakarta, 24 April 2014.
tulisan ini dibuat untuk menjawab pertanyaan sahabatku di sana.
Comments
Post a Comment