CARA “SMART” MENGELOLA OSPEK

Sumber: http://2.bp.blogspot.com

“Apa maksudnya gue diminta foto gaya babi?” twit Riki ketika melihat tugas ospek yang meminta untuk berfoto dengan hidung ditekan seperti babi.


Sebagai seseorang yang pernah menjadi panitia ospek di beberapa tempat yang berbeda, bahkan saya sekarang masih menjadi panitia ospek di tempat saya menimba ilmu.  Saya terenyuh melihat masalah perpeloncoan yang tak kunjung berakhir.

Menjelang tahun ajaran baru. kita pasti sudah paham bahwa akan ada masa orientasi alias pengenalan kepada para pendatang baru. entah itu siswa atau mahasiswa. Ospek (Orientasi Siswa dan Perkenalan) atau MOS (Masa Orientasi Siswa) atau segala macam nama lainnya. Yang akhirnya identik dengan perpeloncoan.

Saya secara pribadi tidak setuju dengan segala jenis perpeloncoan. Tapi saya setuju dengan masa pengenalan.

Setidaknya ada beberapa hal yang memang harus diketahui oleh para generasi baru di sebuah sekolah atau sebuah instusi pendidikan untuk memudahkan proses belajar mereka.  Seperti pengenalan terhadap manajemen kampus dan strukturnya, mengenalkan infrastruktur dan fasilitas yang dimiliki kampus, pengenalan budaya belajar kampus dan segala yang diperlukannya serta pengenalan terhadap kakak tingkat atau kelasnya.

Jangan sampai terjadi seperti salah satu kasus yang saya temui, bahkan nama dekan fakultas tempat menimba ilmu saja ia tidak tahu. Atau ada teman saya yang untuk mengurus kartu mahasiswa yang hilang saja ia tidak tahu harus ke kantor urusan apa. Ada juga yang lebih parah lagi, ia tidak tahu ruang administrasi fakultas yang biasanya kita mengurus segala macam hal disana.

Namun, biasanya juga, ada tiga hal yang sering menyertai ospek dan membuatnya menjadi tercoreng.
1. Tugas yang tidak berbobot, tidak masuk akal, atau jika pun ada proses pembelajarannya tidak proposional alias sedikit sekali sisanya tugas sampah dan tidak berguna.
2. Kekerasan fisik, seperti dihukum jongkok keliling lapangan dan sebagaianya.
3. Tekanan psikologis seperti dimarahi, dihujat, diejek, dan direndahkan.

Maka ketiga hal ini perlu dipikirkan dan diawasi dengan ketat. Meskipun klasik, cara SMART ini bisa dijadikan prosedur minimal.

1. SELEKSI
Panitia baik dari pihak sekolah maupun murid idealnya harus melalui proses seleksi. Setidaknya menanyakan motive dan komitmen apa yang dimiliki selama proses ospek berlangsung. Syarat panitia ospek juga harus jelas. Secara pribadi saya senang dengan konsep beberap sekolah dan universitas yang seluruh panitia ospek itu diseleksi secara akademis dan kinerja belajar selama di sekolah. Ditanyakan apa visi misinya ingin menjadi panitia ospek. Setelah dipilih diadakan pembekalan tata cara ospek. Jika memang biasanya ada yang structural, misal setiap anggota osis secara alami akhirnya menjadi panitia ospek, paling tidak pilihan terakhir seperti pembekalan selama dua hari atau sehari menjadi alternative.
Seleksi tidak hanya bagi panitianya, tapi atribut, penugasan dan biayanya. Kepanitiaan yang terbentuk diminta untuk menyetorkan penugasan yang akan diberikan kepada siswa baru atau mahasiswa baru. Sudahkah sesuai dengan yang seharusnya. Atau banyak hal yang sia-sia belaka.
Seperti saya melihat, buat apa beli bola plastic yang kemudian dibelah menjadi dua kemudian dijadikan topi. Memang landasan filosofisnya adalah sebagai topi untuk menghalangi panas. Tapi coba lihat sisi biaya dan mubadzirnya. Setelah itu bola yang sudah terbelah itu mau dijadikan apa ketika dibawa pulang? Mayoritas pasti akan membuangnya.

Prediksi biaya yang akan dikeluarkan oleh peserta. Membeli seragam baru bagi sebagian orang saja sudah hal yang berat. Apalagi jika seragamnya tiga jenis, setelah itu atribut ospek tidak masuk akal dan tidak berguna untuk jangka panjang.
“Saya hampir mengeluarkan dua ratus ribu untuk dihabiskan anak saya membeli atribut dalam dua hari ospek saja,” keluh seorang ibu.
Saya juga pernah ospek, pada saat itu, harus mengenakan rok hitam yang mayoritas sekolah biasanya tidak menggunakan rok hitam sebagai seragam sekolahnya sehingga mayoritas harus membeli.

2. MENDAMPINGI 
Bagi dewan guru, cobalah untuk mendampingin proses ospek, tidak hanya duduk santai di kantor selama proses berlangsung. Sidak langsung. Meskipun beberapa pengalaman saya membuktikan, saat beberapa langkah dewan guru sampai di tempat sidak, beberapa teman saya biasanya sudah mengendus dan ‘segera bertindak cepat’ untuk menghentikan beberapa aksi. Memang harus cerdik saat sidak.

3. AWAS 
Supaya tidak terjadi kecolongan, layaknya pihak sekolah juga membuat surat edaran tentang pengaduan. Siapapun yang merasa dianiaya dan dihukum tidak pada tempatnya boleh melayangkan pengaduan langsung tanpa perantara. Misal membuka nomor pengaduan atau lamat email untuk protes dan pengaduan, selain itu respon cepat 24 jam. Jangan lupa identitas pelapor disembunyikan.

4. RESPON
Tidak semua anak berani melaporkan apa yang terjadi selama proses ospek ke pihak guru. Garda terakhir adalah orangtua. Cobalah untuk menghubungi melalui surat atau SMS semua nomor orangtua untuk mengabarkan jika ada pengaduan bisa menghubungi nomor berikut.
Atau meminta evaluasi penugasan ospek dan efeknya selama di rumah begitu hari pertama ospek berlangsung.

5. TEGAS
Tindak lanjut siapapun panitia yang melanggar batas-batas yang telah diberikan. Tegas tidak berarti kejam. Karena jika ada kelonggaran, akan menjadi pembenaran bagi panitia selanjutnya. “Dulu, gini nggak apa-apa,” adat itu tidak selamanya baik. Jika ada yang lebih baik kenapa tidak.

Sementara, bagi yang diospek:

1. Bicaralah. Percayalah jika kamu sakit dan tidak sanggup melakukannya, bicaralah. Jika tidak berani konfrontasi langsung ke pihak panitia. Bicarakan pada orangtua. Hari ini, banyak cara untuk bicara. Percayalah, Allah bersamamu.
2. Jadilah kritis. Menjadi kritis banyak tantangannya. Benar. seringkali itu mendapat ancaman dari orang lain. jika ada yang tidak masuk akal, kamu tahu benar harus menghubungi siapa.
3. Do the game fairly. Jangan cari masalah jika memang penugasan yang diberikan sudah sesuai dan mendidik. Kerjakan tugas dengan baik. Saya paham, tipe orang itu berbeda-beda. Ada yang tipenya pencemas da nada yang menyepelekan. Bagi tipe pencemas, jika tugas yang dikerjakan sudah baik, tenanglah, kamu sudah mengerjakan yang terbaik. Sebaliknya, bagi tipe yang menyepelekan, biasanya dia cuek saja ketika ia tidak menepati penugasan. Tipe seperti ini yang biasanya bikin gemes para panitia ospek.

Saat mendengar berita tahun 2015 ini kembali jatuh korban pada saat ospek, saya berdiskusi dengan teman-teman saya yang juga berpengalaman di’ospek’ dan ‘mengospek’. Ternyata banyak dari teman saya dan saya yang mengalami masa indah saat ospek. Tidak selamanya traumatis dan buruk. 

Saya pribadi sangat senang dan merasa ospek di beberapa tempat patut menjadi contoh. Seperti di SMAN XXX Yogyakarta yang mengajak menggunakan waktu istirahat untuk sholat Dhuha bagi yang muslim, dan banyak tempat lainnya, salah satunya fakultas psikologi UGM. Mengapa? Jika ingin tahu alasannya, saya akan menulis postingan “Ospek Nyikologis ala Psikologi UGM” dalam beberapa hari ke depan. Jangan lewatkan.

Comments

Popular posts from this blog

Akses Tulisan Fakhi? Di sini...