Sastra itu sederhana
Suatu malam ada percakapan yang bikin gue merenung.
Percakapan ini terjadi antara gue dan temen gue.
“Zwan, lo udah baca blognya si ‘bunga’?
“Gue merasa aja, dia nulis gitu gara-gara gue ngepost sesuatu di facebook tentang koalisi-koalisi gitu. Eh, dia bales postingan gue lewat tulisan blognya.”
“Hem, lo ngepost apa emangnya?”
“Gue Cuma ngepost, ‘partai Islam kok koalisi sama partai yang sekuler, sakitnya tuh disini, *nunjuk hatinya*. Tapi, gue kurang ngerti dia nyindir siapa sebenernya. Karena bahasanya blognya itu ambigu gitu,”
“Ntar gue baca, coba taruh link ke gue.” Setelah itu gue beranjak visit ke blognya dan tara.. emang bahasanya susah banget dimengerti.
“Udah baca.” Chat gue ke temen gue.
“ GImana?”
“Bingung gue, nggak ngerti maksudnya apa. Kalau lo nangkepnya gimana?”
2 menit kemudian, akhirnya kita sibuk menerka-nerka apa makna dibalik berbagai kata metafora dan diksinya juga pemilihan katanya.
Akhirnya kita lumayan nyerah setelah sibuk berinterpretasi ria semau kita.
“Zwan, emangnya kalau ngingetin orang harusnya jelasnya, biar gak melenceng dari maksud kita. Kalau salah bilang aja salah. Kalau bener bilang aja bener.”
“Tapi, gue suka lho nyindir lewat sastra,” bela gue.
“Iya, tapi jangan yang nggak bisa dimengerti dong. Buat apa kalau lo nulis yang ngerti Cuma lo. Useless banget kata berbunga-bunga tapi niat lo buat ngingetin, nyindir dan segala kebaikan yang lo niatin itu nggak nyampe.”
Dan…… gue tercenung.
Ya.
Memang, sastra itu identic dengan semiotika, diksi, friksi, majas dan berbagai permainan kata lainnya.
Hanya, sebagai orang Islam kita selalu punya koridor.
Kita nggak diperbolehin melakukan sesuatu yang sia-sia. Iman kita iman produktif, maka amalan-amalan kita adalah amalan yang gak boleh percuma.
Nah, karena itu.
Kalau mau ngingetin lewat sastra, nggak harus selalu njelimet, dan nggak dimengerti orang. Mungkin bahasa kita memang indah dan penuh diksi, tapi, buat apa kalau nggak nyampe?
Ya
Sastra nggak harus njelimet.
Sederhana itu indah kok.
Pake kata-kata berdiksi juga bisa nyampe kok pesannya, asal bisa meramunya dengan baik.
Well.
Mungkin itu aja, renungan kali ini.
Salam seribu pena.
Comments
Post a Comment