Kenapa karakterku seperti ini?


Seberapa sering dari kita bertanya tentang karakter masing-masing?
Mengapa saya berkarakter seperti ini? Mengapa saya tidak dapat bersikap seperti dia? Mengapa saya tidak dapat marah? Mengapa saya mudah marah? Mengapa saya terlalu lembut? Mengapa saya keras?
Faktanya, memang sebagian besar manusia pernah bertanya-tanya tentang karakternya masing-masing? Begitu pula saya.

Sejujurnya, saya bukan termasuk manusia yang masuk dalam kategori putri keraton alus lakone, becik tuture alias halus kelakuannya dan sopan bicaranya. Saya mudah meluap-luap dan gampang menangis (lho?) nggak sinkron ya? Entahlah saya juga tidak tahu kenapa.
Lalu kerisauan saya ini saya tanyakan kepada para sensei saya kembali.
“Saya ingin berubah sifat, Bu. Saya ingin jadi lembut dan sopan,” kata saya suatu hari sambil berderai air mata. Tuh kan nangis lagi?-_-
 “Kenapa karakter saya begini bu? Kenapa saya nggak bisa jadi orang lembut saja?”
“Dari mana saya dapat karakter seperti ini? Dari siapa? Saya tidak pernah mau mempunyai karakter seperti ini?”
Seorang psikolog keluarga berkata pada saya, “ It’s given dear.” Saya tertunduk mendengarnya, hati saya lagi-lagi galau sekali. Saya masih belum tenang.
Maka pencarian panjang menuju perubahan menjadi lebih baik saya jalani kembali. Saya kembali rajin bertanya ke sana dan kesini, memohon diberikan jawaban atas semua kerisauan saya. Atas keinginan saya untuk berubah. Saya terus berusaha mencari dorongan untuk bisa maju melangkah miliaran mil ke depan.
Inilah quotes yang saya kumpulkan dari sahabat dan guru-guru kehidupan saya.
Mengapa seorang Umar harus berusaha menjadi Abu Bakar? Karaktermu hanya perlu diarahkan. Kita selamanya tidak akan bisa menjadi orang lain. Yang kita bisa hanyalah mengambil hal-hal baik dari orang lain tanpa membuang semua apa yang ada dalam diri kita. Teh Eli.
Pernahkah kita mendengar seorang preman berubah menjadi seorang ustadz? Preman itu berubah karena apa? Karena Islam bukan? Karena kekuatan tekad serta pemikiran untuk berubah yang dia punyai. Lalu  bagaimana dengan kita? Tidakkah sifat buruk kita dapat berubah karena mabda Islam? Kalahkah kita dengan preman itu? Karakter kita hanya perlu dikendalikan. Teh Leni.
Karakter itu habit, kakak. Jadi, kakak harus memulai habit baik yang dapat melawan habit lama ini. Adikku.
Lingkungan itu berperan besar dalam pembentukan karakter seseorang. Afifah Afra.
Hargai perubahan dan usaha baik  yang kamu lakukan sekecil apapun, harapanmu untuk berubah terlalu tinggi dan cepat. pelan-pelan saja. Jangan berusaha melompat ke anak tangga tertinggi. agar kamu tidak patah ketika jatuh.
Saya kembali teringat kata-kata Pak Uno.
Semua adalah tentang bagaimana kita menjalani seluruh periode hidup kita dalam bingkai keimanan.
Maka, bismillah sedikit demi sedikit saya akan menghapus karakter buruk saya. Tak mudah memang, namun bukan tidak mungkin.
Mungkin seringkali saya lelah dan putus asa. Tak apa. Daripada saya tidak mencoba sama sekali.  Maka siapa saja yang membaca tulisan ini. Harap selalu doakan saya untuk bisa berubah menjadi lebih baik. Amien.



Comments

Popular posts from this blog

Akses Tulisan Fakhi? Di sini...