Water Disaster
Oke, pokoknya menurutku air itu
PENTING, TINTING eh TITIK. Terserah deh mau setuju atau nggak!
Nah, di suatu kota yang dijuluki kota Hujan, tepatnya di ujung
baratnya terus belok belakang asrama tentara 315. Terdengar teriakan-teriakan
aneh.
“Innalillahi, Air
....Air....mati!” teriak seseorang dari depan kamar mandi dengan rambut masih
penuh busa. Kepalanya muncul keluar tengok kanan dan kiri.
“Hah... Siapa mati? Ai’? Siapa
tuh?” sahut kamar mandi sebelah.
“Air!” serbu semua penduduk kamar
mandi!
“Hemph...hemph...iyamph...”
seseorang menimpali, dengan posisi sikat gigi di dalam mulut dan busa odol yang
meluber menutupi mulutnya. Tangannya memutar-mutar kepala kran... mungkin
berusaha dapet keajaiaban dengan muter-muter tuh kepala kran sampai tujuh kali
puteran kayak lotre undian berhadiah terus nanti keluar sesuatu dari bolongan
kran itu. Namun, akhirnya ia menyerah. Ia nggak mendapati sesuatu apapun.
“Ah, gimana nih?” seseorang
memgangi perutnya. Berabe kayaknya dia sedang dalam kondisi gawat darurat. Yang
lain memandanginya dengan tatapan kasihan. Yah harusnya gimana dong? Tatapan
senang?!
“Gimana dong? “ Penduduk empat
ruas kamar mandi mengadakan konferensi
kamar mandi dadakan. Para delegasinya berasal dari berbagai kamar mandi.
“Di lantai dua ada air ngga?”
seseorang membuka konferensi dengan pertanyaan solutif.
“Nggak tahu, cobain aja! Kita
kirim utusan ke sana!” saran yang lain.
“Terus kita turun ke bawah,”
“Yaps..”
“Nah, kalau di bawah nggak ada
air? Mau kemana?”
“Biasa, paling ke gedung tiga
ikhwan! “
“Tapi, gimana, rambutku kan
basah,”
“Ugh..”
Tiba...Tiba...Nggak ada rotan
akar pun jadi (lhoh apa maksudnya coba)!
TUT....PRET....! BLUSH....! DUAR!
Terdengar suara bom perang dunia ke tujuh.
“.....”
“.....”
“.....”
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
“...Hehehe...Maaf,” Beuh, dengan
tampang paling polos dan norak sedunia, produser bom yang melebihi nagasaki dan
hiroshima itu nyengir.
“Dasar!*&^*^%%$%$#$@#@%$^%&^^&!”
Para delegasi ngomel-ngomel nggak
karuan. Sang produser pun ngacir sebelum omelan bertambah dan sebelum produksi
kedua keluar.
***
Malamnya, jam 01.00 Dini Hari WIBI (Waktu
Indonesia Bagian Insantama).
Temanku terbangun, pintu berdecit
terbuka. Oke, nggak ada indikasi lain seseorang bangun di malam hari selain
satu, dia ingin berlaku kriminal; dua, dia pengen melaksanakan urusan
terpenting tubuhnya.
Aku ikut-ikutan bangun, melongok
setengah sadar ke arah pintu. Tapi, setelah itu tidur lagi. Besoknya, dia
cerita kalau dia udah kelilingin semua lantai tiga buat cari air. Ternyata
nggak ada! Akhirnya dia harus lari ke kamar mandi lantai dua, melewati
kelas-kelas kosong, gelap, dan sepi. Hiy...
Ternyata, kasus air ngacir dari
asrama akhwat nggak cuman sehari dua hari, tapi tiga hari, empat hari, lima
hari, seminggu dan dua minggu. Meski kadang-kadang keluar, terus mati lagi,
hidup sebentar, mati lagi, hidup lagi, mati lagi, terus mati...mati...mati...mati.....dan belum hidup-hidup lagi.
Kota hujan kok kekurangan air?
Ndak kok, ndak kekurangan air. Cuma...
nggak ada air, bukan kekurangan air!
Hahahaha...Ngenes!
Comments
Post a Comment